Pages

Selasa, 04 Maret 2014

KONSISTENSI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM UUD 1945, SEBUAH TINJAUAN YURIDIS KONSTITUSIONAL


KONSISTENSI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM UUD 1945, SEBUAH TINJAUAN YURIDIS KONSTITUSIONAL
I.               Kedudukan Pancasila
Salah satu fakta yang menimbulkan kekhawatiran memudarnya nilai menurunnya derajat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah tidak adanya kepastian hukum atas penjabaran nilai dan kedudukan pancasila. Penyebutan Pancasila dalam beberapa Undang-Undang secara eksplisit hanya bersifat umum. Dari berbagai Undang-Undang yang ada, ketentuan tentang kedudukan Pancasila secra singkat hanya dapat dijumpai dalam penjelasan pasal 2 UU No. 10 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa Pancasila sebgai sumber dari segala sumber hukum.
Namun demikian, tidak adanya ketentuan hukum positif yang menegaskan kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut tidak dengan sendirinya berarti Pancasila tidak memiliki tempat dalam sistem hukum nasional. Darimanakah kita dapat menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar dan ideologi negara atau dasar filosofis negara ? pertama, hal itu hanya dapat dijawab dengan melekukan tunjauan historis yang melatarbelakangi lahirnya Pancasila. Kedua, nilai-nilai yang menjadi dasar negara yang disebut pancasila secara tegas disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945. Terdapat pada Alinea ke-4 .
Alinea tersebut secara eksplisit menegaskan bahwa dasar kemerdekaan Indonesia, yang berarti dasar negara dan pembentukan negara adalah lima nilai pancasila. Selain itu patut diingat bahwa Pembukaan UUD 1945 secara historis memiliki makna penting dalam bangunan ketatanegaraan karena pada awalnya dimaksudkan sebagai naskah pernyataan kemerdekaan. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila memang dimaksudkan oleh para pendiri bangsa sebagai dasar Indonesia merdeka.
Penempatan nilai Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 juga menimbulkan konsekuensi yuridis konstitusional yang sangat kuat. Nilai-nilai tersebut dengan sendirinya menjadi bagian dari kesepakatan bersama segenap komponen bangsa Indonesia tentang nilai-nilai bersama yang diyakini dan mempersatukan sebagai satu bangsa yang hidup dalam satu organisasi negara.
II.               Pancasila dalam Perubahan UUD 1945
Perubahan mendasar adalah dilakukannya perubahan UUD 1945 yang menjadi salah satu tuntutan dan agenda reformasi karena ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 sebelum perubahan dipandang tidak lagi sesuai dengan semangat jaman serta mengandung kelemahan yang menimbulkan penyalahgunaan wewenang pada masa sebelumnya.
Namun demikian, perubahan yang dilakukan tetap berpijak pada nilai dasar yang sama, yaitu nilai-nilai Pancasila. Perubahan dari tahu 1999 hingga 2002 adalah salah satu rangkaian dengan pengesahan yang dilakukan secara bertahap terhadap materi yang telah berhasil disepakati. Rangkaian perubahan tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945 yang dibuat diawal pembahasan, yaitu :
Kesepakatan pertama, yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, dimaksudkan bukan untuk mensakralkan Pembukaan UUD 1945. Kesepakatan itu dicapai karena di dalam Pembukaan UUD 1945 tidak hanya terdapat pernyataan tujuan bernegara, tetapi juga terkandung nilai-nilai Pancasila yang diyakini oleh semua komponen bangsa sebagai nilai bersama yang mendasari berdirinya negara Indonesia.
A.       Ketuhanan Yang Maha Esa
UUD 1945 paska perubahan memperkuat posisi sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Hal ini dilihat dalam beberapa hal berikut, yaitu : Pertama, secara substansial, spirit dan filosofi yang terkandung dalam UUD 1945 bersumber dari nilai-nilai ketuhanan. Kedua, tidak ada satu ayat pun dalam UUD 1945 yang dianggap bertentangan dengan nilai ketuhanan, baik secara implisit maupun secara eksplisit.
Ketiga dalam UUD 1945 setidak-tidaknya terdapat delapan ketentuan yang secara eksplisit mempertegas bahwa nilai-nilai ketuhanan merupakan roh dari konstitusi itu, yakni : (a). Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, (b). Pasal 9 UUD 1945 yang mewajibkan presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agamanya, (c). Pasal 22D ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan kewenangan DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU yang berkaitan dengan agama, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai agama, (d). Pasal 24 ayat ( 2) UUD 1945 yang menetapkan adanya peradilan agama, (e). Pasal 28j ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, (f). Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945, (g). Pasal 31 ayat (3) UUD 1945, (h). Pasal 31 ayat (5).

B.       Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua pada pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sangat diperkuat oleh UUD 1945. UUD 1945 menjadikan Hak Asasi Manusia ( HAM ) sebagai hal yang cukup penting, sehingga dimuat dalam bab tersendiri, yaitu Bab XA Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 10 Pasal dan 24 ayat. Konsep HAM dala UUD 1945 tidak hanya membicarakan hak-hak setiap orang melainkan juga kewajibannya. Jadi,ada keseimbangan antara hak dan kewajiban.
C.       Persatuan Indonesia
Sila ketiga dalam Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia diterjemahkan oleh UUD 1945 sebagai Negara kesatuan. Semangat mempertahankan neagar kesatuan itu kemudian dipertegas dalam Perubahan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Dengan begitu, NKRI bukan hanya merupakan sebuah konsep ilmiah di bidang kenegaraan, melainkan juga sebagai bagian penting daro perjuangan menegakkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
D.       Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat Pancasila ada dua kata kunci yang perlu didiskusikan bersama, yaitu kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Kongres Pancasila, 30 Mei – 1 juni 2009, di Yogyakarta mengartikan kerakyatan dengan penguatan elemen dan peningkatan mutu masyarakat sipil, lalu mensyarah permusyawaratan/perwakilan sebagai perwujudan dari checks and balances. UUD 1945 menerjemahkan sila keempat itu, dalam artian penguatan masysrakat sipil, dengan pemberian kedaulatan kepada rakyat sepenuhnya.
E.        Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
UUD 1945 sebenarnya sangat tegas dalam memperkuat semangat keadilan. Bahkan kita bisa menegaskan bahwa inti dari pesan UUD 1945 adalah keadilan. Secara keseluruhan pasal-pasal dalam UUD 1945 menekankan keadilan dalam segala aspek kehidupan. Pesan konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara hokum merupakan pernyataan yang tegas bahwa keadilan harus diwujudkan di bumi Indonesia , karena hukum tanpa keadilan tidak mempunyai  makna apapun.
Selain itu setidak-tidaknya dalam 8 hal UUD 1945 memerintahkan perwujudan keadilan, dengan menggunakan kata “ adil “ atau tuturannya secara eksplisit, yaitu : 1. Pasal 7B UUD 1945,2. Pasal 9 UUD 1945, 3. Pasal 18 A UUD 1945, 4. Pasal 22E UUD 1945, 5. Pasal 24, 24A, 24B, dan 24C UUD 1945, 6. Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD 1945, 7. Pasal 28j ayat (2) UUD 1945, 8. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
PENUANGAN PANCASILA DI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.           Pancasila Sebagai Sumber dan Kaidah Penuntun Hukum
Latar belakang dan konsekuansi kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideology Negara dapat dilihat dari sekurang-kurangnya tiga aspek yakni politik, filosofis, dan yuridis. Dari sudut hukum Pancasila menjadi cita hukum yang harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia.
B.            Penuangan di dalam Peraturan Perundang-Undangan
1.             Penuangan di dalam UUD
Isi UUD secara keseluruhan dimaksudkan mengatur rambu-rambu pokok untuk mengolaborasi empat kaidah penuntun hukum Pancasila. Pertama ( semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa Indonesia ). Kedua ( negara harus diselenggarakan dalam keseimbangan antara prinsip demokrasi dan nomokrasi ). Ketiga ( negara harus menjamin keadilan sosial ). Keempat ( negara harus menjamin tegaknya toleransi beragama yang berkeadaban ).
a.                 Bentuk negara pilihan politik
Ada juga yang menyamakan pengertian persatuan dan negara kesatuan dengan mengatakan bahwa bentuk negara kesatuan adalah keharusan sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, artinya karena salah satu sila Pancasila adalah “ persatuan Indonesia “ maka bentuk negaranya haruslah negara kesatuan.
b.                 Penuangan di dalam Peraturan Perundang-undangan di Bawah UUD.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sudah ada instrumen hukum dan politik yang mengatur agar semua peraturan perundang-undangan memuat isi yang secara berjenjang konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang pada tatanan puncaknya harus bersumber pada Pancasila sebagai rechtside yang menjadi sumber dan kaidah penuntun hukum.
c.                 Prolegnas dan Prolegda
Agar di dalam pembuatan UU dan perda terbangun konsisten isi dengan Pancasila dan UUD maka pada saat ini di Indonesia telah ditetapkan keharusan adanya Program Legislasi Nasional ( prolegnas ) dan Program Legeslasi Daerah ( prolegda ) yaitu penyusunan rencana pembuatan UU di tingkat nasional dan Perda di tingkat daerah untuk periode lima tahun disertai prosedur dan mekanisme pembuatannya yang ketat. Adanya prolegnas dan prolegda dimaksudkan agar semua UU dan perda yang akan dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan yang matang.
d.                Judicial Review
Secara teknis pengujian UU terhadap UUD oleh Mahkamah Konstitusi biasa juga disebut constitutional review sedangkan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi oleh Mahkamah Agung biasa disebut judcial review, tetapi keduanya secara umum disebut judicial review dalam arti pengujian yang dilakukan oleh lembaga yudisial.
Di luar judicial review, juga mengenal legislative review yakni peninjauan atau perubahan UU dan atau perda oleh lembaga legislatif sesuai dengan tingkatannya karena isinya dianggap tidak sesuai dengan hukum dan falsafah yang mendasarinya atau karena terjadi perubaan kebutuhan yang tidak bertentangan dengan hukum dan falsafah yang mendasarinya.
Ada juga istilah executive review, yakni pengujian atau peninjauan atas peraturan perndang-undangan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh eksekutif sendiri tanpa dimintakan judicial review ke lembaga yudisial karena adanya kekeliruan atau kebutuhan baru untuk meninjaunya.
e.                 Kemajuan yang Harus Diakui
Terlepas dari berbagai kekeurangan yang tak mungkin diindari sejak era reformasi dan amandemen UUD 1945 bahwa tata hukum kita untuk menyelaraskan secara konsisiten isis peraturan perundang-undangan dengan pancasila sudah mengalami banyak kemajuan.
PANCASILA CITA HUKUM DALAM KEHIDUPAN HUKUM BANGSA INDONESIA
A.           Hukum dan Kedudukannya Dalam Negara Republik Indonesia
Menurut peletak dasar ilmu negara yakni georg jellinek, kedaulatan ialah penafian atau peniadaan terhadap setiap penyerahan atau pembatasan diri suatu negara terhadap suatu kekuasaan lain. Jellienk menguraikan lebih lanjut, kedaulatan mengandung tiga ciri, yaitu suatu kekuasaan yang diatasnya tidak ada kekuasaan lain, karena itu merupakan kekuasaan yang keluar tidak bergantung kepada kekuasaan yang lain. Kedalam merupakan kekuasaan tertinggi dan kekuasaan itu bersifat mutlak.
B.            Undang-Undang Dasar 1945 Dan Pancasila
Pancasila telah dinyatakan kedudukannya oleh para pendiri negara ini sebagaimana terlihat dalam UUD 1945, dalam penjelasan Umum. Di sana ditegaskan, bahwa Pancasila adalah cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum dasar tertulis maupun hukum dasar yang tidak tertulis. Rudolf Stammler berpendapat bahwa cita hukum adalah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu bagi tercapainya cita-cita masyarakat.
Dalam hal Pancasila sebagai cita hukum, maka nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila mempunyai fungsi konstitutif yang menetukan apakah tata hukum Indonesia merupakan tata hukum yang benar dan di samping itu mempunyai fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang adil atau tidak.
C.            Para Ahli dan Pancasila
Prof. Mr. Drs. Notonagoro almarhum, mengemukakan bahwa pancasila adalah norma fundamental  negara atau menurut istilahyang di gunakannya pokok kaidah fundamentil negara. Menurut Nawiasky, dalam suatu negara yang merupakan kesatuan tata hukum itu terdapat suatu norma yang tertinggi yang kedudukanya lebih tinggi dari konstitusi atau undang-undang dasar.
D.           Peranan cita hukum pancasila dalam kehidupan hukum tidak tertulis dan hukum tertulis
Dalam pembentukan hukum tiak tertulis dan huum tertulis, cita hukum berperan dengan cara yang berlainan. Pertama cita hukum secara langsung mempengaruhi kesusilaan seseorang dan pada giliran kesusilaan masyarakat dalam menghasilkan cara dan kesusilaan umum dalam membentuk kebiasaan. Kedua cita hukum mempengaruhi perorangan dan masyarakat secara tidak langsung.
Pembentukan hukum tidak tertulis, hubungan antara cita hukum dan sistem norma hukum tidak terjadi desintergrasi karena sistem norma hukum terbentuk dari endapan-endapan nilai yang telah tersaring oleh perilaku masyarakat sendiri, melalui penerimaan individu-individu dalam keluarga, keluarga-keluarga dalam suku, dan suku-suku dalam marga, serta marga-marga dalam negara.
Pembentukan hukum tertulis. Hukum dan sistem norma hukum dibentuk oleh perorangan atau kelompok perorangan, baik sebagai pejabat-pejabat maupun wakil-wakil rakyat.
E.            ‘Mengoperasikan’ Cita Hukum Pancasila Dan Norma Fundamental Negara Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan
Pendapat Benjamin Akzin, bahwa makin dekat suatu pemerintahan kepada sistem totaliter makin sedikit pula partisipasi infra struktur dalam pembentukan hukum, kita dapat juga menerapkan pendapat tersebut dalam pembentukan hukum tertulis yang dibentuk olehg pejabat negara dan pejabat pemerintahan serta wakil rakyat. Meskipun sistem pemerintahan negara yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan dengan liberalisme atau dengan totaliter. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Tweeter