KONSISTENSI
NILAI-NILAI PANCASILA DALAM UUD 1945, SEBUAH TINJAUAN YURIDIS KONSTITUSIONAL
I.
Kedudukan Pancasila
Salah satu fakta
yang menimbulkan kekhawatiran memudarnya nilai menurunnya derajat Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah tidak adanya kepastian hukum
atas penjabaran nilai dan kedudukan pancasila. Penyebutan Pancasila dalam
beberapa Undang-Undang secara eksplisit hanya bersifat umum. Dari berbagai
Undang-Undang yang ada, ketentuan tentang kedudukan Pancasila secra singkat
hanya dapat dijumpai dalam penjelasan pasal 2 UU No. 10 tahun 2004 yang
menyebutkan bahwa Pancasila sebgai sumber dari segala sumber hukum.
Namun demikian,
tidak adanya ketentuan hukum positif yang menegaskan kedudukan Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut tidak dengan sendirinya berarti
Pancasila tidak memiliki tempat dalam sistem hukum nasional. Darimanakah kita
dapat menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar dan ideologi negara atau dasar
filosofis negara ? pertama, hal itu hanya dapat dijawab dengan melekukan
tunjauan historis yang melatarbelakangi lahirnya Pancasila. Kedua, nilai-nilai
yang menjadi dasar negara yang disebut pancasila secara tegas disebutkan dalam
Pembukaan UUD 1945. Terdapat pada Alinea ke-4 .
Alinea tersebut
secara eksplisit menegaskan bahwa dasar kemerdekaan Indonesia, yang berarti
dasar negara dan pembentukan negara adalah lima nilai pancasila. Selain itu
patut diingat bahwa Pembukaan UUD 1945 secara historis memiliki makna penting
dalam bangunan ketatanegaraan karena pada awalnya dimaksudkan sebagai naskah
pernyataan kemerdekaan. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila memang
dimaksudkan oleh para pendiri bangsa sebagai dasar Indonesia merdeka.
Penempatan nilai
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 juga menimbulkan konsekuensi yuridis
konstitusional yang sangat kuat. Nilai-nilai tersebut dengan sendirinya menjadi
bagian dari kesepakatan bersama segenap komponen bangsa Indonesia tentang
nilai-nilai bersama yang diyakini dan mempersatukan sebagai satu bangsa yang
hidup dalam satu organisasi negara.
II.
Pancasila dalam Perubahan UUD 1945
Perubahan
mendasar adalah dilakukannya perubahan UUD 1945 yang menjadi salah satu
tuntutan dan agenda reformasi karena ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 sebelum
perubahan dipandang tidak lagi sesuai dengan semangat jaman serta mengandung
kelemahan yang menimbulkan penyalahgunaan wewenang pada masa sebelumnya.
Namun demikian,
perubahan yang dilakukan tetap berpijak pada nilai dasar yang sama, yaitu
nilai-nilai Pancasila. Perubahan dari tahu 1999 hingga 2002 adalah salah satu
rangkaian dengan pengesahan yang dilakukan secara bertahap terhadap materi yang
telah berhasil disepakati. Rangkaian perubahan tersebut dilakukan berdasarkan
kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945 yang dibuat diawal pembahasan, yaitu
:
Kesepakatan
pertama, yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, dimaksudkan bukan untuk
mensakralkan Pembukaan UUD 1945. Kesepakatan itu dicapai karena di dalam
Pembukaan UUD 1945 tidak hanya terdapat pernyataan tujuan bernegara, tetapi
juga terkandung nilai-nilai Pancasila yang diyakini oleh semua komponen bangsa
sebagai nilai bersama yang mendasari berdirinya negara Indonesia.
A. Ketuhanan
Yang Maha Esa
UUD
1945 paska perubahan memperkuat posisi sila pertama, ketuhanan yang maha esa.
Hal ini dilihat dalam beberapa hal berikut, yaitu : Pertama, secara
substansial, spirit dan filosofi yang terkandung dalam UUD 1945 bersumber dari
nilai-nilai ketuhanan. Kedua, tidak ada satu ayat pun dalam UUD 1945 yang
dianggap bertentangan dengan nilai ketuhanan, baik secara implisit maupun
secara eksplisit.
Ketiga dalam UUD 1945 setidak-tidaknya
terdapat delapan ketentuan yang secara eksplisit mempertegas bahwa nilai-nilai
ketuhanan merupakan roh dari konstitusi itu, yakni : (a). Alinea ketiga
Pembukaan UUD 1945, (b). Pasal 9 UUD 1945 yang mewajibkan presiden dan wakil
presiden bersumpah menurut agamanya, (c). Pasal 22D ayat (2) dan ayat (3) UUD
1945 yang menyatakan kewenangan DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU
yang berkaitan dengan agama, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU
mengenai agama, (d). Pasal 24 ayat ( 2) UUD 1945 yang menetapkan adanya
peradilan agama, (e). Pasal 28j ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap
orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, (f).
Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945, (g). Pasal 31 ayat (3) UUD 1945, (h). Pasal
31 ayat (5).
B. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Sila
kedua pada pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sangat diperkuat
oleh UUD 1945. UUD 1945 menjadikan Hak Asasi Manusia ( HAM ) sebagai hal yang
cukup penting, sehingga dimuat dalam bab tersendiri, yaitu Bab XA Hak Asasi
Manusia yang terdiri dari 10 Pasal dan 24 ayat. Konsep HAM dala UUD 1945 tidak
hanya membicarakan hak-hak setiap orang melainkan juga kewajibannya. Jadi,ada
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
C. Persatuan
Indonesia
Sila
ketiga dalam Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia diterjemahkan oleh UUD 1945
sebagai Negara kesatuan. Semangat mempertahankan neagar kesatuan itu kemudian
dipertegas dalam Perubahan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
dibawahnya. Dengan begitu, NKRI bukan hanya merupakan sebuah konsep ilmiah di
bidang kenegaraan, melainkan juga sebagai bagian penting daro perjuangan
menegakkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
D. Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila
keempat Pancasila ada dua kata kunci yang perlu didiskusikan bersama, yaitu
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Kongres Pancasila, 30 Mei – 1 juni
2009, di Yogyakarta mengartikan kerakyatan dengan penguatan elemen dan
peningkatan mutu masyarakat sipil, lalu mensyarah permusyawaratan/perwakilan
sebagai perwujudan dari checks and balances. UUD 1945 menerjemahkan sila
keempat itu, dalam artian penguatan masysrakat sipil, dengan pemberian kedaulatan
kepada rakyat sepenuhnya.
E.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
UUD
1945 sebenarnya sangat tegas dalam memperkuat semangat keadilan. Bahkan kita
bisa menegaskan bahwa inti dari pesan UUD 1945 adalah keadilan. Secara
keseluruhan pasal-pasal dalam UUD 1945 menekankan keadilan dalam segala aspek
kehidupan. Pesan konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara hokum merupakan
pernyataan yang tegas bahwa keadilan harus diwujudkan di bumi Indonesia ,
karena hukum tanpa keadilan tidak mempunyai
makna apapun.
Selain
itu setidak-tidaknya dalam 8 hal UUD 1945 memerintahkan perwujudan keadilan,
dengan menggunakan kata “ adil “ atau tuturannya secara eksplisit, yaitu : 1. Pasal
7B UUD 1945,2. Pasal 9 UUD 1945, 3. Pasal 18 A UUD 1945, 4. Pasal 22E UUD 1945,
5. Pasal 24, 24A, 24B, dan 24C UUD 1945, 6. Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD 1945,
7. Pasal 28j ayat (2) UUD 1945, 8. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
PENUANGAN
PANCASILA DI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.
Pancasila Sebagai Sumber dan Kaidah
Penuntun Hukum
Latar belakang
dan konsekuansi kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideology Negara dapat
dilihat dari sekurang-kurangnya tiga aspek yakni politik, filosofis, dan
yuridis. Dari sudut hukum Pancasila menjadi cita hukum yang harus dijadikan
dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia.
B.
Penuangan di dalam Peraturan
Perundang-Undangan
1.
Penuangan di dalam UUD
Isi
UUD secara keseluruhan dimaksudkan mengatur rambu-rambu pokok untuk
mengolaborasi empat kaidah penuntun hukum Pancasila. Pertama ( semua peraturan
perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori
negara dan bangsa Indonesia ). Kedua ( negara harus diselenggarakan dalam
keseimbangan antara prinsip demokrasi dan nomokrasi ). Ketiga ( negara harus
menjamin keadilan sosial ). Keempat ( negara harus menjamin tegaknya toleransi
beragama yang berkeadaban ).
a.
Bentuk negara pilihan politik
Ada
juga yang menyamakan pengertian persatuan dan negara kesatuan dengan mengatakan
bahwa bentuk negara kesatuan adalah keharusan sila ketiga Pancasila, Persatuan
Indonesia, artinya karena salah satu sila Pancasila adalah “ persatuan
Indonesia “ maka bentuk negaranya haruslah negara kesatuan.
b.
Penuangan di dalam Peraturan
Perundang-undangan di Bawah UUD.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa sudah ada instrumen hukum dan politik yang mengatur
agar semua peraturan perundang-undangan memuat isi yang secara berjenjang
konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang pada
tatanan puncaknya harus bersumber pada Pancasila sebagai rechtside yang menjadi
sumber dan kaidah penuntun hukum.
c.
Prolegnas dan Prolegda
Agar
di dalam pembuatan UU dan perda terbangun konsisten isi dengan Pancasila dan
UUD maka pada saat ini di Indonesia telah ditetapkan keharusan adanya Program
Legislasi Nasional ( prolegnas ) dan Program Legeslasi Daerah ( prolegda )
yaitu penyusunan rencana pembuatan UU di tingkat nasional dan Perda di tingkat
daerah untuk periode lima tahun disertai prosedur dan mekanisme pembuatannya
yang ketat. Adanya prolegnas dan prolegda dimaksudkan agar semua UU dan perda
yang akan dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya dengan Pancasila dan
UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan yang matang.
d.
Judicial Review
Secara
teknis pengujian UU terhadap UUD oleh Mahkamah Konstitusi biasa juga disebut
constitutional review sedangkan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah
UU terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi oleh Mahkamah Agung
biasa disebut judcial review, tetapi keduanya secara umum disebut judicial review
dalam arti pengujian yang dilakukan oleh lembaga yudisial.
Di
luar judicial review, juga mengenal legislative review yakni peninjauan atau
perubahan UU dan atau perda oleh lembaga legislatif sesuai dengan tingkatannya
karena isinya dianggap tidak sesuai dengan hukum dan falsafah yang mendasarinya
atau karena terjadi perubaan kebutuhan yang tidak bertentangan dengan hukum dan
falsafah yang mendasarinya.
Ada
juga istilah executive review, yakni pengujian atau peninjauan atas peraturan
perndang-undangan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif terhadap peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh eksekutif sendiri tanpa dimintakan judicial review ke lembaga
yudisial karena adanya kekeliruan atau kebutuhan baru untuk meninjaunya.
e.
Kemajuan yang Harus Diakui
Terlepas
dari berbagai kekeurangan yang tak mungkin diindari sejak era reformasi dan
amandemen UUD 1945 bahwa tata hukum kita untuk menyelaraskan secara konsisiten
isis peraturan perundang-undangan dengan pancasila sudah mengalami banyak
kemajuan.
PANCASILA CITA
HUKUM DALAM KEHIDUPAN HUKUM BANGSA INDONESIA
A.
Hukum dan Kedudukannya Dalam Negara
Republik Indonesia
Menurut peletak
dasar ilmu negara yakni georg jellinek, kedaulatan ialah penafian atau
peniadaan terhadap setiap penyerahan atau pembatasan diri suatu negara terhadap
suatu kekuasaan lain. Jellienk menguraikan lebih lanjut, kedaulatan mengandung
tiga ciri, yaitu suatu kekuasaan yang diatasnya tidak ada kekuasaan lain,
karena itu merupakan kekuasaan yang keluar tidak bergantung kepada kekuasaan
yang lain. Kedalam merupakan kekuasaan tertinggi dan kekuasaan itu bersifat
mutlak.
B.
Undang-Undang Dasar 1945 Dan Pancasila
Pancasila telah
dinyatakan kedudukannya oleh para pendiri negara ini sebagaimana terlihat dalam
UUD 1945, dalam penjelasan Umum. Di sana ditegaskan, bahwa Pancasila adalah
cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum dasar tertulis maupun
hukum dasar yang tidak tertulis. Rudolf Stammler berpendapat bahwa cita hukum
adalah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada
cita-cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang
pemandu bagi tercapainya cita-cita masyarakat.
Dalam hal
Pancasila sebagai cita hukum, maka nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
mempunyai fungsi konstitutif yang menetukan apakah tata hukum Indonesia
merupakan tata hukum yang benar dan di samping itu mempunyai fungsi regulatif
yang menentukan apakah hukum positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum
yang adil atau tidak.
C.
Para Ahli dan Pancasila
Prof. Mr. Drs.
Notonagoro almarhum, mengemukakan bahwa pancasila adalah norma fundamental negara atau menurut istilahyang di gunakannya
pokok kaidah fundamentil negara. Menurut Nawiasky, dalam suatu negara yang
merupakan kesatuan tata hukum itu terdapat suatu norma yang tertinggi yang
kedudukanya lebih tinggi dari konstitusi atau undang-undang dasar.
D.
Peranan cita hukum pancasila dalam
kehidupan hukum tidak tertulis dan hukum tertulis
Dalam
pembentukan hukum tiak tertulis dan huum tertulis, cita hukum berperan dengan
cara yang berlainan. Pertama cita hukum secara langsung mempengaruhi kesusilaan
seseorang dan pada giliran kesusilaan masyarakat dalam menghasilkan cara dan
kesusilaan umum dalam membentuk kebiasaan. Kedua cita hukum mempengaruhi
perorangan dan masyarakat secara tidak langsung.
Pembentukan
hukum tidak tertulis, hubungan antara cita hukum dan sistem norma hukum tidak
terjadi desintergrasi karena sistem norma hukum terbentuk dari endapan-endapan
nilai yang telah tersaring oleh perilaku masyarakat sendiri, melalui penerimaan
individu-individu dalam keluarga, keluarga-keluarga dalam suku, dan suku-suku
dalam marga, serta marga-marga dalam negara.
Pembentukan
hukum tertulis. Hukum dan sistem norma hukum dibentuk oleh perorangan atau
kelompok perorangan, baik sebagai pejabat-pejabat maupun wakil-wakil rakyat.
E.
‘Mengoperasikan’ Cita Hukum Pancasila
Dan Norma Fundamental Negara Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan
Pendapat
Benjamin Akzin, bahwa makin dekat suatu pemerintahan kepada sistem totaliter
makin sedikit pula partisipasi infra struktur dalam pembentukan hukum, kita
dapat juga menerapkan pendapat tersebut dalam pembentukan hukum tertulis yang
dibentuk olehg pejabat negara dan pejabat pemerintahan serta wakil rakyat.
Meskipun sistem pemerintahan negara yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan
dengan liberalisme atau dengan totaliter.
0 komentar:
Posting Komentar