Pages

Senin, 03 Maret 2014

KONSISTENSI NILAI PANCASILA DALAM PENYELENGARAAN NEGARA

KONSISTENSI NILAI PANCASILA DALAM
PENYELENGGARAAN NEGARA

I.         Pendahuluan
Pada kesempatan ini penulis hanya mengemukakan secara singkat beberapa kontroversi yang masih membara, dan berusaha untuk memaparkan konsistensi nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan negara. Kontroversi yang akan dikemukakan adalah tentang “Pancasila” yang mengandung “nilai pokok” (core value) dan norma yang berlain-lainan.

II.      Kontroversi tentang Rumusan Pancasila yang Benar dan Sah
Pancasila adalah suatu komposisi dari nilai-nilai, bukan nilai-nilai yang terserak-serak tak beraturan. Rumusan “Pancasila 1 Juni” berbeda jauh dengan rumusan “Pancasila 18 Agustus” dalam hal hierarkhi norma  (axiological hierarchy of norms).
Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila berbeda dengan teori Grundnorm dari Hans Kelsen yang menyatakan bahwa hukum positif tidak perlu bersangkut paut dengan moral, ideologi, politik dan sejarah yang intinya berada di luar bidang hukum. Demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah untuk mendapat mufakat, mengutamakan “harmony”.
Istilah Staatsfundamentalnorm diperkenalkan oleh Prof. Notonagoro pada tahun 1955. Istilah Styaatsfundamentalnorm digunakan oleh Notonagoro untuk menyatakan seluruh kaidah (norma) di Permukaan UUD 1945. Pendapat Marsilam dikemukakan karena dia mengira bahwa Pancasila 1945 sama dengan Pancasila tahun 1949 dan/atau Pancasila 1950. Padahal, sebagaimana disebutkan di atas, “Pancasila” sebagai bagian dari Pembukaan UUD 1945 rumusannya berbeda dengan “Pancasila” yang tercantum sebagai bagian dari Mukaddimah Konstitusi RIS dan/atau Mukaddimah UUDS 1950. Tujuan nasionalnya juga berbeda. Dengan sendirinya norma yang dikandungnya juga berbeda.

III.   Nilai di Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar
Konsistensi nilai Pancasila dalam penyelenggaraan negara sukar diukur karena kita belum sepakat mengenai “core values” apa saja yang biasanya dikandung oleh “Preamble”, “Pembukaan” atau Mukaddimah” UUD.
Pembukaan UUD 1945 berisi nilai-nilai pokok sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, (Believe in the One and Only God), 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab (Humanity), 3. Persatuan Indonesia (Nationalism/Unity), 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan (Representative democracy), 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Social Justice), 6. Keadilan Ekonomi dan Politik, (Economic and political justice), 7. Merdeka (Independent), 8. Bersatu (Unity), 9. Berdaulat (Sovereign), 10. Makmur (Welfare).

Bila terjadi benturan perundang-undangan (Rules of Collision)
Bila terjadi benturan perundang-undangan, di Indonesia, hanya dipakai tiga adagium untuk memecahkannya, yaitu: 1) Lex posterior derogate legi priori, (undang-undang/norma yang dibuat kemudian menghapus undang-undang/norma terdahulu), 2) Lex superiori derogate legi inferiori (undang-undang/norma yang superior, lebih tinggi, menghapus undang-undang/norma yang lebih rendah, inferior), 3) Lex spesialis derogate legi generali, undang-undang/norma yang khusus menghapus undang-undang/norma yang umum.
APLIKASI DAN KONSISTENSI PANCASILA PASANG-SURUT PERSPEKTIF HISTORIS

I.         Pengantar
Membicarakan aplikasi dan konsistensi Pancasila sejak tahun 1945 sampai dengan tahun 2010 tentu sangat menarik karena perjalanan selama 65 tahun merupakan pengalaman tersendiri bagi Republik Indonesia. Kurun waktu itu perjalanan Pancasila penuh dengan dinamika dan pasang surut. Pasang surutnya aplikasi dan konsistensi tergantung dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Secara historis faktor internal memberi kontribusi yang menentukan meski faktor eksternal juga tidak sedikit kontribusinya bagi dinamika Pancasila.

II.      BPUPKI dan PPKI
BPUPKI diketuai oleh dr. Radjiman Widiodiningrat. Selanjutnya Soekarno dan Hatta, sebagai ketua PPKI sudah mendapat “restu” dari Jenderal Terauchi di Dalat, Saigon untuk melaksanakan perintah Tokyo itu.

III.   Pancasila: Genesis dan Awal Distingsi
Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 itu kemudian lahirlah Pancasila sebagai dasar negara yang akan dibentuk. Jika dilihat lebih jauh bahwa para anggota BPUPKI terdiri dari elit Nasionalis Netral Agama, elit Nasionalis Muslim, dan elit Nasionalis Kristen.

IV.   Pancasila: Aplikasi dan Reduksi
Dalam membuat gambaran yang jelas tentang aplikasi dan konsistensi Pancasila diperlukan semacam milestone, yaitu tonggak-tonggak waktu guna melihat secara serial pasang surutnya Pancasila yang diaplikasikan dalam sistem pemerintahan republik selama ini.



V.      Periode 1945-1950
Dalam periode 1945-1950 untuk sementara kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sudah kuat. Namun, selama ini ada berbagai faktor internal dan eksternal yang memberi nuansa tersendiri terhadap kedudukan Pancasila. Faktor eksternal mendorong bangsa Indonesia untuk memfokuskan diri terhadap agresi asing. Di pihak lain terjadi pergumulan yang secara internal sudah mulai merongrong Pancasila sebagai dasar negara, untuk diarahkan ke ideologi tertentu.

VI.   Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 disebut periode pemerintahan demokrasi liberal. Sistem parlementer dengan banyak partai politik member nuansa baru sebagaimana terjadi di dunia barat. Sayang demokrasi parlementer yang masih dalam periode pembelajaran ini tidak memuaskan karena terjadinya konflik antarpartai politik yang menjadikan pemerintahan jatuh-bangun. Ketidakpuasan dan gerakan kedaerahan cukup kuat pada periode ini seperti PRRI dan  Permesta pada tahun 1957.

VII.Periode 1959-1965
Kehidupan Pancasila pada periode Demokrasi Terpimpin mendapat angin baik dalam arti ada dukungan politik dari partai-partai politik pendukung pemerintah, meski ada di antaranya yang menolak demokrasi Terpimpin yang sebenarnya mempunyai orientasi yang berbeda dengan demokrasi itu. Pemerintah sendiri teguh melaksanakan aplikasi Pancasila yang mendapat dukungan partai politik yang pura-pura mendukung demi politiknya saja guna meraih tujuan politiknya sendiri.

VIII.       Periode 1965-1998
Ketika Jenderal Suharto menjabat perdana menteri ad interim yang menyambut Kongres Luar Biasa Kesatuan dan Keutuhan PNI pada 24 April 1966. Pada masa tradisi dari periode Soekarno ke Suharto bahwa Pancasila tetap dimanfaatkan. Jenderal Suharto masih sangat hati-hati mesti tetap harus menggunakan Pancasila sebagai ajaran BK dan alat pemersatu bangsa. Dia bersembunyi di balik Pancasila.

IX.   Periode 1998-2010
Pemerintahan BJ Habibie masih mewarisi pemerintahan sebelumnya meski dari sedikit perubahan ke arah demokrasi dan transparansi makin kelihatan. Tahun-tahun Pemerintahan Megawati penuh dengan kekerasan dan kerusuhan berupa pemboman di berbagai tempat dan obyek-obyek tertentu seperti tempat wisata, gereja, kedutaan asing, hotel, plaza, pasar dan lain-lain.
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disingkat SBY yang pertama, terutama pad atahun-tahun pertama mengikuti model yang telah diaplikasikan oleh Megawati. Akan tetapi kekuatan SBY ternyata tidak mampu menghadapi pelemahan dari dalam sehingga ritualisasi dan aplikasi Pancasila makin lemah. Akhir-akhir ini, pada pemerintahan SBY kedua, terutama dalam seratus hari pertama masih banyak janji yang belum dipenuhi.




RANCANG BANGUN REPUBLIK PANCASILA

Dasar Falsafah Negara
Istilah dan rumusan Pancasila lahir pada saat para anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), dalam persidangannya antara tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, membahas permintaan pemerintah  Jepang untuk menetapkan dasar falsafah negara Indonesia yang akan didirikan. Setelah anggota BPUPKI yang lain menyampaikan pandangannya, pada 1 Juni 1945 giliran Bung Karno menyampaikan pidato di hadapan anggota BPUPKI untuk memenuhi permintaan ketua BPUPKI.

Piagam Jakarta dan Pancasila
Piagam Jakarta disusun oleh sembilan tokoh Islam Indonesia setelah persidangan BPUPKI ditutup. Piagam Jakarta mengalami penyesuaian untuk dapat diterima sebagai Pembukaan UUD 1945 dalam rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Dalam Piagam Jakarta, rumusan Pancasila tersusun sebagai berikut:
1.      Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya;
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.      Persatuan Indonesia;
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan yang terdapat di dalam Piagam Jakarta tersebut dibahas oleh PPKI untuk disetujui menjadi  Pembukaan UUD, yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan menghilangkan anak kalimat, “… dengan menjalankan kewajiban syariat Islam bagi pemeluknya.” Adanya kenyataan diterimanya secara umum istilah Pancasila untuk menyebut dasar negara hingga saat ini, dengan kandungan lima dasar atau sila yang pasti dan tertentu tersebut, dapat disimpulkan bahwa akhirnya Pancasila sebagai nama maupun formula – dengan kandungan unsur yang tertentu tersebut – diterima sebagai dasar negara. 





0 komentar:

Posting Komentar

 

Tweeter